Kamis, 31 Maret 2011

Ivan 'Slank': Perbedaan Bukan Pemecah Belah Bangsa

 Pertikaian yang makin sering terjadi di Indonesia membuat geram banyak orang.  Begitu juga yang dirasakan Ivanka pembentot bass di band Slank.

"Kita hidup di negara yang beraneka ragam budaya dan kepercayaan.  Perbedaan itu harusnya bukannya mecahin bangsa," ujar Ivan ditemui di Studio  Nadnad, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2010).

Pria berkepala plontos itu kesal melihat makin banyaknya perselisihan.  Dari mulai wakil rakyat hingga masyarakat jelata. Rasa persatuan dan saling menghargai dirasakan Ivan penting untuk menjaga perdamaian. 

Ivan ditemui saat penggarapan video klip penyanyi Melanie Soebono. Dengan sukarela, ia menjadi  model dalam video klip single terbaru Melanie, 'Beda Itu Indah'.

Lagu ciptaan Melanie itu bercerita tentang perbedaan yang indah antarsesama. "Ya udah muak aja. Ribut mulu," tutur Melanie soal lagunya.

Konser 27 Tahun Keberuntungan Slank

Dua ditambah tujuh sama dengan sembilan, dan sembilan adalah angka keberuntungan. Begitulah para personel Slank memaknai ultah band mereka yang ke-27.

Abdee, Kaka, Bimbim, Ridho, dan Ivan merayakan ultah Slank ke-27 di Pantai Carnaval Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (11/12/20100). Konser itu merupakan konser yang spesial bagi mereka. Bagaimana tidak, selama setahun terakhir Slank kesulitan tampil di tempat terbuka karena masalah perizinan. Alasannya, Slankers indentik dengan kerusuhan.

Namun di konser 27 tahun Slank kali ini, Slankers yang datang dari berbagai daerah Jabodetabek relatif tenang. Konser di buka sekitar pukul 20.15 WIB. Awak personel Slank yang mengenakan pakaian casual itu membuka konser dengan lagu-lagu yang sudah familiar seperti 'Bang-bang Tut', 'Malam Minggu', 'Pulau Biru' dan 'I Miss You But I Hate You'.

Dalam konsernya kali itu Slank tidak sendiri menguasi panggung. Sederet musisi perempuan mereka gandeng untuk menyegarkan mata penonton. Di antaranya Marshanda yang bersama Slank menyanyikan 'I Miss U But I Hate U', Melly 'SHE', Pingkan Mambo, Paquita Wijaya, Syahrini, dan drummer cilik kebolan IMB JP Milenix yang berkolaborasi dengan Bimbim di lagu 'Kampungan'.

Malam semakin larut, namun di konser kali ini, Pantai Carnaval tidak begitu dipadati Slanker. Fans fanatik Slank yang kebanyakan terdiri dari ABG itu kebanyakan sambil duduk di tengah lapang untuk menyaksikan Slank. Walau begitu ada juga yang berdiri dan bergoyang ikuti alunan drum Bimbim. 

Meski penontonnya relatif sedikit, bukan berarti konser aman dan tentram. Sejumlah penonton jatuh pingsan karena berdesakan di depan panggung. Kebanyakan dari mereka adalah Slankers perempuan. Beberapa kali juga penonton di depan panggung rusuh. Namun tidak berlngsung lama setelah diteriaki "kampungan...kampungan...kampungan" oleh penonton lain.

Dalam konser yang banyak disponsori oleh iklan-iklan yang dibintangi Slank itu, Slank juga membawa semangat sepakbola di atas panggung. Hal itu dikarenakan saat ini persepakbolaan dalam negeri tengah naik daun. Puluhan bola berwarna merah pun ditendang ke arah penonton sambil meneriaki "Indonesia pasti menang,."

Praktis semangat penonton pun terbakar kembali. Mereka yang tenah duduk santai tampak berdiri kembali saat Kaka bernyanyi lagu bertema korupsi seperti 'Nagih Janji', 'Birokrasi Kompleks, 'Seperti Para Koruptor', dan 'SBY' yang berduet dengan Melly 'SHE'.

Di akhir konser, Kaka berkata soal makna ultah Slank kali ini. "Dua ditambah tujuh itu Q, sembilan itu angka keberuntungan. Jadi ulang tahun Slank kali ini ada ulang tahun keberuntungan," begitu kata Kaka.

Tidak hanya itu di usia 'dewasa' Sank, sang drumer Bimbim berharap bandnya akan berdiri sampai 27 tahun ke depan. "Gue pengen 27 tahun ke depan lagi," begitu kata Bimbim dengan santai.

Meski selama 27 tahun sering ada selisih antar pesonel. Abdee, Kaka, Bimbim, Ridho, dan Ivan tetap mengusahakan makan satu meja tiap pagi. "Berantem sering, tapi sarapan pagi tetep satu meja," kata Kaka.

Meski dihadiri 1000-an penonton, jarak antara penonton dan Slank begitu dekat. Banyak interaksi yang terjadi di antara mereka. Itu juga yang
menyebabkan mudah meredam emosional Slankers. Beberapa kali Bunda Ifet menyerukan agar tidak rusuh, "nanti kalau rusuh, Slank nggak bisa main lagi loh."

Di penghujung konser, sekitar pukul 22.30 WIB Slank diberikan hadiah spesial oleh penggemarnya. Yaitu berupa bingkai uang menggambarkan wajah personel Slank.

Selasa, 29 Maret 2011

Rock `N Roll Mom dan Slank


Merasa belum puas membagikan pengalaman dalam melepaskan tiga personil Slank dari jerat narkoba kepada media massa selama ini, Iffet Veceha Siddharta atau biasa disebut Bunda Iffet akhirnya merangkum semua kisah itu lewat sebuah buku.Rock ‘N Roll Mom, judul buku yang diterbitkan oleh penerbit Hikmah (Kelompok Mizan) itu, secara resmi diluncurkan Jumat (3/12) sore di markas Slank sendiri, Jalan Potlot, Jakarta Selatan.

“Bunda sering diwawancara wartawan televisi tapi merasa tidak puas. Karena wawancara di TV itu nggak lama. Saya ingin membagikan apa yang saya alami ketika mengobati anak-anak ini, tapi rasanya kok banyak sekali,” kenang Bunda Iffet, ibu kandung dari pemain drum Bimbim dan telah menjadi manajer Slank sejak pertengahan 90-an.

Jawaban dari keresahan Bunda Iffet tersebut datang pada awal 2009 silam. Yakni setelah pihak penerbit Mizan membaca sebuah artikel panjang mengenai Bunda Iffet di salah satu surat kabar. Penulis yang kemudian dihubungi dan ditawarkan untuk menuliskan memoar mengenai Bunda Iffet oleh Mizan saat itu adalah jurnalis Darmawan Sepriosa. “Saya menyanggupi meskipun saat itu juga menyatakan bahwa saya belum pernah menulis novel,” cerita Darmawan yang kemudian menyatakan bahwa proses pengerjaan buku ini memakan waktu sekitar dua bulan.

Untuk memperkuat kesan feminin gaya bertutur dalam buku ini, penerbit menunjuk Laura Khalida sebagai penyuntingnya. “Sebetulnya tugas saya adalah mendandani buku ini. Mungkin karena Mas Darmawan lelaki dan Bunda perempuan. Jadi maksudnya saya disuruh untuk memberi sentuhan femininnya,” jelas Laura yang mengaku telah melakukan wawancara secara intens dengan Bunda Iffet sebelum menyunting buku ini.

Rock ‘N Roll Mom bukan buku yang ditujukan untuk pembaca ibu-ibu saja. Meski ditulis dalam sudut pandang seorang ibu dan pada sampulnya tertera testimonial dari Giring Ganesha, vokalis Nidji, “Penting untuk dibaca setiap keluarga Indonesia sebagai pedoman mendidik anak.” Menurut vokalis Kaka, ada hal lain yang membuat segmen pembaca buku ini menjadi luas.

“Buku ini juga tentang jatuh bangunnya Slank. Banyak cerita tentang Slank di dalam buku ini. Gue rasa Slankers juga akan tertarik untuk membacanya,” tukas Kaka.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa grup musik Slank pernah sedemikian dekatnya dengan narkotika dan obat-obatan di pertengahan 90-an. Hal itu juga yang sempat membuat Slank pecah pada saat penggarapan album keenam, Lagi Sedih. Vokalis Kaka, pemain drum Bimbim dan personil baru pada saat itu pemain bas Ivanka adalah mereka yang sudah diketahui secara luas sebagai tiga personil Slank yang pernah terjerumus. Sedangkan dua personil lain yang masuk menjelang album Tujuh dan sempat ikut pada tur promo album Lagi Sedih, pemain gitar Abdee Negara dan Ridho Hafiedz, dikenal sebagai personil Slank yang ‘bersih’.

Bunda Iffet, yang merasa bahwa kecanduan anak-anaknya sudah tidak tertolong lagi, turun tangan dengan memutuskan menceburkan diri ke manajemen Slank pada tahun 1996 hingga akhirnya bisa membuat Slank berhenti dari narkoba pada tahun 2000. Perjuangan dan kesabaran seorang ibu yang merangkap manajer band itulah yang sedikit banyak tertulis di dalam buku setebal 303 halaman berjudul Rock ‘N Roll Mom ini.

“Hampir semua ibu pada saat itu menyembunyikan anaknya yang kena narkoba. Atau paling bagus dibuang ke pesantren,” ujar Bimbim soal perjuangan ibunya. “Cuma Bunda yang berani bilang dan menyebarkan ke seluruh dunia, ‘nih anak gue pecandu.’ Justru itu jadi semangat dan kekuatan batin bagi anak-anaknya untuk melewati masa-masa kritis itu.”

Reuni Singkat Formasi Lama Slank


Kamis (4/3) menjelang tengah malam, Score! Cilandak Town Square Jakarta Selatan. Orang-orang yang di depan panggung tersenyum melihat tingkah Kaka. Malam itu, alumni gang Potlot mengadakan konser musik dalam rangka reuni.

“Biasanya kalau kita ketemu, di kawinan atau di pemakaman. Terakhir kita ketemu banyak orang di pemakaman Chilling. Makanya, sekarang ingin kumpul-kumpul dalam suasana senang,” kata Oppie Andaresta.
“Intinya ya ketemuan saja,” kata Damon Koeswoyo, yang juga jadi salah seorang penggagas.

Dan muncullah ide untuk mengadakan reuni Potlot, yang disiapkan hanya dalam dua minggu. Band-band yang ada hubungannya dengan gang Potlot pun didaulat tampil: ada yang merupakan generasi kedua alias anak-anaknya, ada juga yang memang alumni Potlot. Selain para musisi, Bunda Iffet, pemilik rumah yang jadi tempat berkumpulnya anak-anak Potlot, juga turut hadir mendukung acara itu. Dia bahkan membagi ceritanya soal jaman Potlot masih ramai oleh anak-anak itu.

“Di depan Bunda, kami mau buat pengakuan. Dulu kan di Potlot itu telepon dikasih koin, tapi kami bisa mengakali supaya nggak harus memasukkan koin,” kata Oppie sambil tertawa.
“Indra itu paling pintar mengakali telepon. Jadi meski dikunci, dia tetap bisa pakai telepon,” lanjut Bunda.
“Iya, dari dulu Indra memang jenius,” kata Oppie.

Di antara nama-nama yang familier dan mendapat kesempatan tampil adalah: Bunga, gitaris Adrian Adioetomo (yang punya nama panggilan Ian Soldano karena memakai amplifier merk Soldano), dan Cozy Republic. Nama-nama lain sebenarnya dijadwalkan tampil, seperti Ray D’ Sky dan Oppie Andaresta, tapi menjelang tengah malam, sebelum waktu yang disediakan Score! berakhir, dedengkot Potlot dipanggil ke panggung untuk melakukan jam session.

Kaka yang pertama kali naik. Dia mengajak Well Willy serta Rico Corompies untuk bernyanyi. Lantas, Boris Simanjuntak gitaris The Flowers ikut dipanggil juga.

“Tadi gue lihat Bongky di sini, gue ingin Bongky yang main bas,” kata Kaka.

Orang-orang mulai tersenyum mendengar Kaka memanggil nama Bongky, seakan-akan mimpi mereka hampir jadi kenyataan: melihat Slank formasi lama sepanggung kembali. Dan ketika akhirnya Bongky naik sambil cengengesan ke panggung, tepuk tangan mulai meriah.

“Bimbim mana? Panggil Bimbim. Gue nggak bisa nyanyi kalau bukan Bimbim yang main drum,” kata Kaka sambil mencari-cari sepupunya itu. “Gue juga tadi lihat Pay, mana Pay? Ajak Pay ke sini buat main gitar.”

Tepuk tangan dan teriakan mulai terdengar meriah. Harapan semakin dekat dengan kenyataan. Tak berapa lama, Bimbim muncul dan langsung duduk di kursi drum. Hampir bersamaan, Pay muncul dan naik ke atas panggung sambil tersenyum. Orang-orang pun semakin berteriak kegirangan. Akhirnya, di panggung itu berkumpullah: Bimbim, Kaka, Bongky, Pay, Boris, Well Willy, dan Rico Corompies.

Tanpa dikomando, Pay langsung memainkan intro “Wild Horses” dari The Rolling Stones. Sebuah adegan yang langka: Slank formasi lama memainkan The Rolling Stones kembali. Meskipun dengan ingatan Kaka, Willy, dan Rico akan lirik yang tak terlalu baik, lagu-lagu The Stones langsung dihajar berturut-turut: “Sympathy for The Devil” dan “Honky Tonk Woman.” Melihat itu saja, orang-orang sudah kegirangan. Dan kejutan itu pun muncul ketika Pay—lagi-lagi tanpa dikomando—langsung memainkan intro “Memang”, sebuah lagu dari album pertama Slank, Suit Suit...He...He (Gadis Sexy). Lalu, setelah jeda beberapa detik, Pay memainkan intro “Mawar Merah” yang juga tanpa hasil diskusi. Dan seperti pepatah naik sepeda, meskipun sudah lama tak melakukan itu, formasi Slank era lima album pertama dengan baik memainkan lagu itu. Sayang sekali Indra Q berhalangan hadir karena sakit.

Ketika orang-orang berpikir kejutan itu akan berakhir—mengingat mereka sudah memainkan lima lagu—tiba-tiba Pay memainkan intro “Terlalu Manis” yang tentu saja disambut tepuk tangan dan jeritan meriah serta koor yang membahana di Score! Formasi lama Slank itu menutup reuni Potlot dengan sebuah lagu reggae milik Slank berjudul “Begitu Saja”. Reuni semacam ini pernah terjadi pada tahun 2006, di Hard Rock Cafe Jakarta. Waktu itu, alumni Potlot mengadakan acara untuk mengenang Imanez dan tanpa sengaja, Bimbim, Kaka, Bongky, Indra dan Pay akhirnya bisa ‘dijebak’ ada di satu panggung. Hanya bedanya, reuni singkat di Score! itu membawakan lebih banyak lagu—di Hard Rock mereka hanya membawakan dua lagu.

“Bayar tujuh puluh lima ribu harus dapat sesuatu ya,” kata Kaka di sela-sela nyanyinya.

Menjelang pukul satu pagi, reuni Potlot berakhir, meski orang-orang masih asyik bercengkerama melepas rindu.

“Dari dulu anak-anak nggak berubah. Yang gila ya tetap gila, yang senang pegang kamera masih pegang kamera, cuma bedanya dulu belum ada handphone,” kata Bongky sambil tersenyum memandang sekelilingnya.
“Iya, dari dulu Potlot nggak berubah. Cewek-ceweknya cakep-cakep,” tambah Adrian Adioetomo.

This Is SLANK

Tidak ada band di negeri tercinta ini yang bermusik melampui batasan musik itu sendiri. Eksistensi Slank bukan lagi sekadar grup musik, melainkan sudah berkembang sebagai sebuah ideologi. Militansi di kalangan Slankers, sebutan untuk fans setia Slank, sudah mengarah kepada hal yang menakutkan. Perhatikan kejadian ini: ketika Bimbim bermaksud membubarkan Slank akibat hengkangnya Bongky, Indra dan Pay, seorang Slankers mengirimkan sepucuk surat yang ditulis dengan tetesan darah. Isinya menyeramkan, dia bersumpah akan membunuh Bimbim jika drummer tersebut sungguh-sungguh melaksanakan niatnya. Adalah Abdee Negara (gitar), Ridho Hafiedz (gitar) dan Ivanka (bas) yang kemudian mengisi kekosongan sehingga Slank tetap tegak hingga hari ini. Mereka juga tetap bermusik dengan gaya slengean meski tema yang diangkat tergolong serius, seperti "Politikus Jalanan" yang bikin heboh itu.

Cikal bakal Slank adalah Cikini Stones Complex. Embel-embel 'Stones' karena mayoritas pemainnya memang penggemar berat The Rolling Stones. Sejak berganti nama menjadi Slank, band ini telah mengalami bongkar pasang pemain 14 kali. Dari markas mereka di jalan Potlot, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, lahir sejumlah nama seperti Imanez, Oppie Andaresta, Dimaz Djayadiningrat (clip maker), band Kidnap Katrina, Traxap dan banyak lagi. Akan tetapi di sana tak hanya menjadi ajang lalu lintas musisi, juga narkotik. Keterlibatan para personilnya dengan serbuk haram tersebut nyaris membuat Slank kehilangan arah.

Sementara itu PT Pulau Biru Indonesia, perusahaan keluarga yang juga membawahi management Slank, terus berbenah diri. Menurut catatan resmi, Slank Fans Club (SFC) tersebar di 89 kota Indonesia, termasuk Malaysia. Jumlah pengikutnya yang terus menggelembung menyebabkan Slank menjadi incaran beberapa partai politik. Sejauh ini mereka tetap berhasil mempertahankan tekadnya untuk berdiri di semua golongan. 

Kisah Tiga Orang Slanker dalam "Metamorfoblus"

Grup band Slank yang digawangi Kaka (vokal), Bimbim (drum), Abdee (gitar), Ridho (gitar), dan Ivan (bas) kembali merilis sebuah film dokumentar ala Slank dengan pengambilan sudut pandang kisah tiga orang Slanker (penggemar Slank) dari tiga kota dan kisah yang berbeda.
Film dokumenter berdurasi 90 menit yang bertajuk Metamorfoblus itu diawali dengan kisah Joker Supriadi, seorang Slanker yang juga berprofesi sebagai polisi di Kepulauan Batam. Sebagai penyuka berat Slank, Joker termasuk fanatik. Ini bisa dilihat dari koleksi album dan pernak-pernik Slank yang memenuhi tempat tinggalnya.
Joker yang sehari-hari akrab dengan senjata api, lengkap dengan perawakan yang sangar, nyatanya masih bisa terlarut sambil menitikkan air mata saat Slank menyanyikan lagu Ku Tak Bisadalam sebuah konser di Batam.
Tak hanya kisah Joker di Batam saja yang diangkat dalam film Metamorfoblus. Selanjutnya ada kisah Adi, Slanker dari Jogjakarta yang berhasil sembuh dari kecanduan narkoba begitu menerima surat spesial berupa motivasi dan pencerahan dari Bimbim dan Bunda Ifet.
Metamorfoblus juga tak luput mengangkat kisah Maksimus, Yepo, Roberto cs dari Kupang yang bersusah payah mengurus passport untuk sekadar menonton konser Slank di Dili, Timor Leste. Sejumlah konflik batin tak ketinggalan disajikan dalam kemasa dokumenter anak-anak Slanker dari Nusa Tenggara tersebut.
Film kedua Slank kali ini tetap pada konsep penampilan gambar seperti di film Generasi Biru.Dengan gambar yang seadanya, tata cahaya yang minimal, Metamorfoblus yang digarap sepanjang tur Slank di 2008 dan telah menghabiskan 200 kaset mini DV, tetap dikemas dengan pesan moral yang sangat berbobot.
Tak ayal Kaka cs tak bisa menampik bahwa dengan Metamorfoblus mereka bisa mengenal sisi lain kehidupan Slank yang belum terjamah. "Ini dokumentasi soal Slankers yang manuisawi sekali, gue melihatnya ada penggemar yang fanatis sekali. Kami hanya manggung dua jam tapi ada penggemar yang menyiapkan persiapan sampai berhari-hari," kata Bimbim usai nonton barengMetamorfoblus di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Kamis (21/10/2010).
Sisi positif Slanker yang ditampilkan juga tak dapat dibantah oleh Kaka. "Ini banyak perubahan dari anak muda yang sembarangan jadi serius, yang tadinya ngedrugs jadi enggak, yang tadinya bebas mondar-mandir dari Kupang-Dili jadi enggak bebas," ujar Kaka.
Sesuai dengan rencana, Metamorfoblus akan ditayangkan di 10 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Jogjakarta pada awal November 2010 ini. Namun film garapan sutradara Dosy Omar ini hanya akan diputar di tempat pemutaran film alternatif seperti nonton bareng dan layar tancap. 

Terus Dicekal, Slank Ingin Sowan ke Kapolri Baru

Hampir setahun sudah grup rock Slank dibatasi ruang geraknya untuk menggelar konser di beberapa kota. Segala upaya pun dicoba Kaka (vokal), Bimbim (drum), Abdee (gitar), Ridho (gitar) dan Ivan (bas), termasuk sowan ke Kapolri baru, Komisaris Jenderal Timur Pradopo.
"Upaya tetap ada, kami rencananya pengin sowan ke Kapolri yang baru nanti," ujar Ivan saat berbincang dengan Kompas.com seusai menonton bareng film terbaru Slank, Metamorfoblus,di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (21/10/2010).
Tak dapat dimungkiri, tanpa izin konser, grup rock yang bermarkas di Gang Potlot III, Kalibata, Jakarta Selatan, itu cukup kesulitan menjumpai penggemarnya. "Ya jadi susah di beberapa tempat saja. Seperti kemarin di Java Rockin' Land, kami bisa konser karena Slanker (penggemar Slank) punya privilage (hak istimewa)," terang Ivan.
Di satu sisi, Ivan tak bisa menutup mata bahwa dengan pembatasan ruang gerak tersebut, Slank saat ini harus mencari jalan lain untuk mengobati kerinduan penggemarnya dengan cara menjual berbagai macam produk Slank.
Mulai dari album terbaru Jurus Tandur, telepon genggam edisi Slank, DVD konser Java Jazz Slank 2008, hingga film dokumenter Metamorfoblus, semua itu menjadi andalan Slank di tengah pembatasan konsernya. "Ini hanya opsi saja di saat Slank lagi sulit manggung," tutup Ivan.

Warga Papua Berkoteka "Ngiri" Sama Slank

Sejumlah pria berkoteka sambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menjadi pusat perhatian yang untuk sementara mengalahkan kepopuleran kasus suami pedangdut Kristina. Tak hanya itu, mereka pun bernyanyi dan menari di depan lobi KPK.
Tak ayal, beberapa pegawai KPK dan sejumlah wartawan berbondong-bondong keluar gedung untuk menonton aksi itu. Tarian tradisional Papua yang penuh dengan teriakan menyihir penonton untuk memberikan tepuk tangannya.
Para penari tersebut bersama sejumlah masyarakat Papua lain yang tergabung dalam Gerakan Moral Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (Germomapak) menuntut agar KPK segera menangkap Bupati Papua. Mereka meminta agar KPK mengambil alih kasus korupsi di Papua.
"Kenapa kasus ini tidak ditindaklanjuti? Alasannya klasik, karena tidak ada surat perintah dari SBY-JK. Sejak mereka memimpin, semua koruptor di Papuaenggak ada yang ditangkap. Oleh karena itu, kami meminta agar KPK mengambil alih kasus ini," ujar Koordinator Germomapak, Dorus Wakum.
Awalnya, petugas KPK tak mengizinkan mereka menari dan bernyanyi di depan lobi. Petugas meminta agar mereka melakukan aksinya di halaman. Sontak ini menuai rasa kecewa warga Papua yang hadir saat itu. "Kenapa Slank dikasih izin, tapi kami tidak. Padahal kami membawakan kebudayaan asli Indonesia. Kami tidak mau membunuh orang kok," jawabnya kecewa.

DPR Beraninya cuma sama SLANK...

Di tengah banyaknya persoalan bangsa dan negara, para wakil rakyat kita di Senayan sana rupanya sedang gerah. Bukan karena banyaknya masalah korupsi yang belum bisa ditangani atau rakyat di Sidoarjo yang makin sengsara, tapi karena lirik lagu band legendaris SLANK yang dinilai menghina mereka.
Lirik lagu Gosip Jalanan yang dianggap menghina itu adalah "DPR tukang buat UU dan korupsi". "Bunyi liriknya 'DPR tukang buat UU dan korupsi'. Itu akan ditindaklanjuti lewat Bamus. Ini grup komersial, bukan LSM. Kalau menjual memojokkan seseorang itu ada hukumnya. Seluruh bangsa di negara ini, kehormatannya ada di gedung ini. Ini rumah rakyat," kata Wakil Ketua Badan Kehomatan (BK) DPR Gayus Lumbuun menerangkan alasan rencana gugatan tersebut.
Pantas atau pentingkah DPR menggugat? Bagi sebagian anggota Dewan mungkin saja penting, tapi apakah itu penting buat rakyat yang diwakilinya? Penting atau tidak, yang pasti rencana gugatan ini mendapat reaksi dari masyarakat. Mungkin ada yang mendukung, mungkin ada juga mencemooh. Yang mendukung mungkin karena kehormatannya ikut terusik, yang mencemooh mungkin menganggap DPR kurang kerjaan.
Bukankah DPR sekarang ini menjadi lembaga yang sangat super? Bisa membuat UU, memutuskan Gubernur BI, Panglima TNI, Kapolri, duta besar, hakim sampai kepada anggota KPU. DPR bisa mengawasi pemerintah, tapi tak ada lembaga formal yang mengawasi DPR. Lantas siapa yang mengawasi DPR? Seluruh rakyat Indonesia mulai dari mahasiswa, LSM, tokoh agama, seniman, semuanya yang peduli dengan para wakil rakyat ini.
Kalau dicerna dengan pikiran positif, lirik yang dtulis SLANK itu mungkin saja sebagai bagian dari pengawasan bagi anggota Dewan agar hati-hati dalam membuat UU dan lebih aktif mengawasi pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah. Kalau DPR memang bukan tukang korupsi tentu tidak akan gerah dengan lirik tersebut, anggap saja sebagai pemacu untuk meningkatkan kinerja. 
Kompas.com menerima email dan komentar terhadap rencana DPR menggugat SLANK. Sebagian besar tidak setuju dengan sikap DPR, salah satunya ada yang berkomentar "DPR beraninya cuma sama SLANK, kalau berani gugat dong PT LAPINDO yang sudah bikin rakyat di Sidoarjo sengsara..."
Komentar ini pasti akan terus bertambah jika persoalan antara DPR dengan SLANK ini tidak dapat diselesaikan dengan cepat.

Malik Fadjar: Lagu Slank Hanya Satu Dari Sekian Kritik

Polemik lirik dalam lagu Slank yang berjudul Gosip Jalanan yang menggerahkan anggota DPR dinilai salah satu Pimpinan Pusat Muhammadiyah Malik Fadjar hanyalah satu bentuk sindiran dan kritik di tengah-tengah bentuk kritik melalui media yang sekarang marak di tengah-tengah masyarakat.
Malik mengambarkan bahwa sekarang saja banyak gambar, kartun, poster bahkan parodi-parodi di televisi yang menggambarkan kehidupan elite negara ini yang justru dapat mencerdaskan masyarakat. "Ini kan hiburan, jadi panggung lawakan ya. Jadi makna substansinya itu nyampe. It's okay. Tapi jangan lupa etika, tata krama. Boleh nyindir, boleh kritik tapi jangan merusak kode etik," ujar Malik di sela-sela Diskusi Publik PP Muhammadiyah "Mengenal Kultur Demokrasi" di Jakarta, Kamis (10/4).
Menurut Malik, reaksi DPR yang dinilai terlalu reaktif oleh masyarakat tidak bisa digeneralisasikan begitu saja mengingat banyak anggota DPR lain yang tidak sereaktif Bada Kehormatan, misalnya. "Tingkatan menangkap sindiran dan kritik itu kan sangat tergantung pada orangnya," ujar mantan Mendiknas di era Presiden Megawati ini.

Lirik Lagu Slank Harusnya Jadi Refleksi DPR

Sekali lagi, kaum akademisi mengatakan bahwa Badan Kehormatan DPR seharusnya tak bersikap kebakaran jenggot sejak awal dalam menanggapi lagu Slank yang liriknya dinilai menuding DPR sebagai tukang korupsi.
Peneliti Center for Strategic and International Studis(CSIS) Rizal Sukma mengatakan, lirik lagu tersebut harusnya menjadi bahan refleksi dari hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) 2007 oleh Trasparency International Indonesia yang menempatkan DPR sebagai lembaga terkorup.
"Saya kira biasa saja. Saya pikir itu kritik-kritik yang sangat umum ya. Ini merupakan juga refleksi yang sudah ditemukan di dalam berbagai survei toh, yang mengatakan DPR itu adalah lembaga paling tidak dapat dipercaya dan sebagainya," ujar Rizal seusai Diskusi Publik PP Muhammadiyah "Mengenal Kultur Demokrasi" di Jakarta, Kamis (10/4).
Menurut Rizal, lagu Slank yang sebenarnya sudah dirilis sejak tahun 2005 ini hanyalah menyuarakan pikiran masyarakat kepada DPR yang juga terlalu sering mengkritik. "Jadi kenapa tersinggung gitu lho? Toh DPR juga fungsinya mengkritik orang terlalu sering juga. Nah mungkin, konsistensi demokrasi di sini yang sering jadi masalah juga. Di Indonesia kalau orang mengkritik jago betul, ketika dia dikritik ngamuk," ujar Rizal.
Rizal menambahkan, polemik ini juga merupakan bagian dari kultur demokrasi yang belum sempurna di Indonesia, termasuk dalam lembaga negara sekalipun.

KPK dan Slank, Ibarat Ikan dengan Air

Sebuah poster besar bergambar bendera Amerika Serikat dipasang di jalan masuk menuju rumah besar itu. Di depan bendera stars and stripes terdapat tulisan besar-besar ”Welcome Home Slank”. Lho, Slank sudah menjadi warga negara Amerika Serikat?
Tentu saja tidak! Poster itu dipasang di Jakarta, kampung halaman Slank. Cuma pemasangnya memang orang Amerika asli, yakni Cameron R Hume, Duta Besar AS untuk RI. Selasa (25/11) malam, Pak Dubes menggelar pesta selamat datang bagi Slank di rumah dinasnya di kawasan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. ”Kami merasa bangga bisa menyambut Slank yang baru saja menyelesaikan tur di Amerika Serikat,” ujar Hume.
Band asal Gang Potlot, Jakarta Selatan, itu memang baru saja pulang dari AS. Setelah meluncurkan album Anthem for The Broken Hearted di sana (album pertama Slank yang dirilis untuk pasar Amerika), Slank menggelar tur promo di 15 kota di sembilan negara bagian AS pada periode 22 Oktober-22 November lalu. ”Ini kali ketiga kami tampil di Amerika, tetapi yang pertama untuk sebuah tur promo,” kata Bimbim, penabuh drum dan motor Slank.
Khalayak Slank
Di halaman rumah dinas Dubes AS yang asri itu, Slank memainkan lagu-lagu populernya, seperti ”Ku Tak Bisah”, ”Seperti Para Koruptor”, ”Orkes Sakit Hati”, hingga ”Gosip Jalanan”, yang pernah membuat anggota DPR sakit hati beneran. Jika biasanya Slank memainkan musiknya untuk para Slankers, rakyat jelata di stadion-stadion terbuka di seluruh pelosok Nusantara, malam itu Slank bermain di hadapan para undangan VIP.
Selain Dubes Hume dan para staf kedutaan (putri dubes, Ivy Hume, bahkan ikut naik panggung, meminta foto bersama Slank), terlihat para tamu, mulai dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, pengusaha Peter F Gontha dan Usman Sapta, hingga beberapa selebriti, seperti penyanyi Iwan Fals, Oppie Andaresta, dan aktris Rieke Dyah Pitaloka.
Puluhan mahasiswa Universitas Paramadina dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah memadati bagian depan panggung. ”Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah wajib Antikorupsi diundang untuk hadir di sini,” ujar Bobby (25), mahasiswa Jurusan Falsafah dan Agama Universitas Paramadina.
Slank memang memiliki khalayak yang sangat luas. Seperti pernah diakui Bimbim, anggota Slankers berasal dari seluruh kalangan di masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja, penganggur, sampai tentara dan pejabat.
Maret lalu, KPK pimpinan Antasari Azhar menggandeng Slank untuk meneriakkan semangat antikorupsi kepada seluruh rakyat. ”Saya hadir di sini atas undangan Pak Dubes, FBI, dan Slank. Saya ingin mengingatkan, tanggal 9 Desember nanti adalah Hari Antikorupsi Sedunia. Saya mengajak seluruh pejabat negara dan penegak hukum untuk memberantas korupsi secara serentak di 10 kota besar di Indonesia,” ujar Antasari di atas panggung sesaat sebelum Slank tampil pada Selasa malam itu.
Menjadi contoh
Kepedulian Slank terhadap isu-isu sosial, politik, dan kemanusiaan, seperti korupsi, itu juga yang menarik perhatian Duta Besar Cameron R Hume. Menurut dia, Slank memberi contoh peran yang bisa dimainkan setiap warga negara untuk turut berpartisipasi dalam menyelesaikan berbagai masalah bangsa.
”Mereka adalah sekelompok musisi muda yang sangat bangga menjadi orang Indonesia dan sangat peduli terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi di negerinya. Mereka adalah contoh yang sangat baik bagaimana warga negara biasa bisa peduli terhadap masalah-masalah publik dan mendorong orang lain untuk menyadari masalah itu dan bersama-sama mencari jalan keluarnya,” papar Hume.
Kepergian Slank ke Amerika Serikat pun dipandang Hume memiliki arti kultural yang sangat penting dalam mempererat hubungan kedua negara. ”Kebudayaan menjadi hal yang sangat penting untuk dibagi dan menjadi jembatan komunikasi kedua bangsa sehingga dapat lebih saling memahami,” katanya.
Pengusaha Peter F Gontha melihat tur promo Slank ke Amerika Serikat itu merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk menampilkan wajah Indonesia yang sesungguhnya dan mengubah citra buruk yang telanjur melekat pada pandangan publik dunia, terutama AS. ”Coba bayangkan jika kita tiba- tiba kedatangan grup band dari Iran atau Somalia yang ternyata bisa memainkan rock ’n’ roll. Itu pasti akan mengubah persepsi yang sudah telanjur terbentuk selama ini. Orang Amerika pun jadi tahu bahwa kita juga bangsa yang berbudaya,” kata Gontha, yang bersama Usman Sapta, menjadi sponsor utama perjalanan Slank ke AS.
Ubah citra
Salah satu gitaris Slank, Abdee Negara, mengakui, dalam setiap penampilan mereka di kota-kota di AS, mereka selalu menjumpai orang yang bahkan belum tahu Bali atau Indonesia. ”Kami sempat ragu, apakah publik Amerika akan menerima musik kami. Ternyata sambutannya luar biasa. Kami gunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan Indonesia,” ujar Abdee.
Citra negatif Indonesia sebagai sarang teroris itu juga yang sempat memunculkan peristiwa tidak mengenakkan pada awal keberangkatan Slank. Gitaris Slank lainnya, Ridho, sempat tidak memperoleh visa untuk masuk ke AS. Kabarnya, tidak keluarnya visa itu hanya gara-gara Ridho memiliki nama lengkap Mohammad Ridwan Hafiedz. ”Penyebab pastinya kami tidak tahu. Pihak kedutaan hanya bilang, kami boleh bertanya, tetapi tidak akan dijawab,” kata Bunda Iffet, manajer Slank.
Ridho akhirnya tetap mendapat visa dan bergabung dengan teman-teman saat pertunjukan ke-8 di Boston, Massachusetts.
Konser kecil Slank di rumah Dubes AS tersebut mengesankan sebuah usaha Pemerintah AS untuk menampilkan wajah yang lebih ramah dan akrab dengan dunia.
Mungkinkah ini terkait dengan terpilihnya ”Si Anak Menteng” Barack Obama dari Partai Demokrat sebagai presiden AS, 4 November lalu?
Menanggapi dugaan ”perubahan citra” itu, Duta Besar Hume hanya tersenyum dan mengatakan, ”Meski Anda tidak setuju dengan semua kebijakan kami, kami tetap berharap Anda akan datang dan menikmati pesta di sini!”

Slank: Tanpa Narkoba Bisa Hasilkan Karya Bagus


Kelompok musik Slank membantah anggapan bahwa dengan mengkonsumsi Narkoba seorang seniman bisa lebih kreatif, justru sebaliknya, tanpa menggunakan barang haram tersebut mereka terbukti bisa menghasilkan karya-karya bagus. 

Penegasan itu antara lain disampaikan personil kelompok musik favorit kaum muda itu, antara lain Kaka (vokalis), Bimbim (drummer), Aldi (gitaris) dan Rido, didampingi manajer Bunda Iffet Sidharta, dalam seminar Anti Narkoba yang diselenggarakan Polda Jatim di Surabaya, Kamis (21/3). 

"Saat membikin album pertama hingga ketiga, kami belum memakai Narkoba, tapi album itu terbukti paling bagus. Jadi, tanpa Narkoba kami bisa menghasilkan karya yang bagus. Setelah album ketiga, kami menjadi pengguna," ujar Kaka. 

Ia bercerita, selama mengkonsumsi Narkoba, dirinya menjadi orang yang sangat bodoh karena setiap saat yang dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan barang tersebut. Awalnya mereka hanya mengkosumsi ganja (cimeng) kemudian meningkat ke shabu-shabu (SS). 

Mengutip ajaran agama yang menyebutkan bahwa perang terbesar bagi pemeluk Islam itu adalah mengekang hawa nafsu, ia menegaskan bahwa berhenti mengkonsumsi Narkoba juga merupakan bagian dari perang batin yang sangat sulit untuk dilaksanakan. 

Dikatakannya, untuk membarantas narkoba itu sama sulitnya dengan memberantas masalah korupsi di negara kita. Karena itu ia meminta polisi agar mempersempit ruang gerak para bandar sehingga mereka kesulitan untuk menjual barang dagangannya. 

"Dulu yang namanya Gang Potlot isinya pemakai dan bandar. Tapi setelah Slank tidak lagi mengkonsumsi (narkoba), sekarang sudah jarang sekali. 
Perlu kami ingatkan, semakin banyak yang berhenti mengkonsumsi, para bandar pasti akan mencari pekerjaan lain karena dagangannya tidak laku," katanya. 

Sementara Bunda Iffet Sidharta, yang juga ibu kandung Bimbim, mengingatkan para ibu agar tidak panik dan merasa malu jika anaknya ketahuan menjadi pengguna. Jika anaknya terlanjur menjadi pengguna, para ibu harus menghadapinya dengan cara yang sabar dan penuh kasing sayang. 

"Kalau sebelum anaknya menjadi pengguna, kasih sayang ibu 100 persen, maka setelah anaknya menjadi pengguna harus ditingkatkan menjadi 150 persen. Saya tahun 1997 turun sendiri untuk menangani masalah anak-anak ini, sehingga mereka bisa sembuh. Ini juga bagian dari ibadah," katanya. 

Ia mengatakan, anak-anak personel Slank sudah menghentikan kegiatan Narkobanya itu sejak dua tahun lalu. Namun demikian, wanita berjilbab yang berpenampilan trendy itu tetap mengawasi mereka melalui komunikasi dan perhatian yang terus menerus. 

"Misalnya, kalau satu jam tidak ada di rumah, saya telpon mereka ada di mana, sama siapa. Kalau temannya kira-kira tidak baik, ya saya suruh pulang. Selain itu, setiap tiga bulan sekali mereka kami tes urine-nya. Jadi jangan terus dipercaya apa adanya dan dibiarkan," katanya. 

Pada kesempatan itu personel Slank mengaku tidak mudah bisa keluar dari jeratan Narkoba. Mereka bisa sembuh setelah sebelumnya diisolasi atau tidak bisa berhubungan dunia luar selama 10 hari selama menjalani pengobatan medis (detoksivikasi). 

"Setelah itu kami juga berusaha membatasi pergaulan dengan kawan-kawan atau sahabat yang masih makai. Bukan apa-apa, ini untuk mengantisipasi saja agar tidak ketularan lagi," ujar Kaka.

Bunda Iffet, Slank, dan Narkoba

Tidak ada seorang orangtua pun di dunia yang tak terpukul melihat anaknya menjadi pemakai narkoba. Apalagi ia seorang ibu. Jenisnya putau lagi, yang biasanya berujung maut bagi para pemakainya.
Terbujuk rayuan teman di Bali 14 tahun lalu, Bimbim—penabuh drum grup musik Slank—dan keponakannya, Kaka—vokalis Slank—pun mencecapi ”obat langit” yang membuat pemakainya melayang-layang dan ketagihan.
”Waktu pertama kali mencoba (1994), mereka bilang badan jadi tidak enak. Muntah-muntah. Enek. Tapi kok besok paginya mencari lagi? Itulah putau, sekali pakai orang langsung ketagihan. Maka berlanjutlah ia memakai putau,” tutur Iffet Viceha Sidharta, akrab dipanggil Bunda Iffet oleh anak-anak Slank, pada hari terakhir tahun 2008 lalu.
Semenjak memakai jenis narkoba ini, Bimbim yang biasanya pendiam, rapi, tak suka teriak-teriak, tiba-tiba berubah. Demikian juga Kaka, sang keponakan.
Bikin repot dan sedih. Itulah pengalaman Bunda Iffet dengan anak dan keponakannya yang menjadi pemakai putau. Menyerahkah melihat kenyataan ini?
Bunda Iffet malah menghadapinya dengan sabar, sampai akhirnya anak dan keponakannya itu terbebas dari jerat narkoba yang mematikan ini.
Bagaimana mulanya bisa ketahuan Bimbim dan Kaka pakai narkoba?
- Sekitar tahun 1996, saya melihat ada yang enggak bener pada diri anak saya. Terciumlah bau, bahwa anak ini memakai sesuatu. Padahal, dia sudah mulai memakai dua tahun sebelumnya.
Mula-mula—menurut pengakuan Bimbim—awalnya pakai jenis narkoba yang gampang-gampang, pakai pil. Sampai suatu ketika mereka ke Bali sama Kaka. Di Bali, mereka ditawarin temannya. ”Ini ada barang baru, namanya putau,”
Kaka mula-mula tidak mengerti, kirain putao (minuman bir manis dari China). Lalu dia mengambil gelas. Orang itu bilang, bukan putao seperti itu, ini lain. Coba aja deh.
Dicobalah oleh mereka. Akhirnya berlanjutlah mereka memakai putau. Tingkah laku mereka berubah luar biasa.
Melihat gelagat tidak benar pada diri anak saya, maka masuklah saya, menangani manajemen mereka. Saya menjadi manajer Slank. Itu terjadi pada tahun 1996. Saya merasa bertanggung jawab terhadap mereka.
Bagaimana cara Bunda menghadapi mereka, setelah tahu mereka pemakai?
- Dari pengalaman, saya tahu bahwa anak yang kecanduan seperti itu tidak boleh dimarahin. Harus dihadapi dengan manis dan sayang. Karena biasanya, kalau kita tegur dengan marah, mereka akan tambah marah.
Saya dekati mereka. Slank ke mana pun perginya, saya ikut. Rupanya, masih ada juga rasa segan terhadap orangtua, meskipun mereka nyata-nyata sudah pakai putau. Tidak pernah mereka memakai di depan saya. Mereka ngumpet-ngumpet pakainya.
Saya ikuti mereka dengan sabar, setiap dua jam sebelum show, mereka saya ingatkan: siap-siap ya. Saya selalu menunggu dengan sabar di depan kamar, sambil bilang: ayo, lekas dong keluar. Betul-betul harus sabar dan tak boleh marah.
Adakah pengalaman pahit, saat kelompok musiknya melakukan tur, misalnya?
- Wah, macam-macam. Sungguh banyak pahitnya, mengurusi mereka ketika belum sembuh. Kalau mereka tengah sakau (ketagihan), sendi-sendi tubuh mereka sakit. Seperti patah.
Dalam keadaan seperti itu, mereka sering salah mengerti. Kita bilang: kamu kalau terus-menerus begitu bisa mati. Eh, mereka kira kita menyumpahi supaya mereka mati?
Banyak pengalaman pahit, dari sejak mereka pakai (1994) sampai tahun 1999. Pengalaman di Lubuk Linggau (1998) juga tak terlupakan. Mereka ”kehabisan barang”, sakau. Tidak ada orang jual barang seperti itu di Lubuk Linggau. Bimbim sampai tidak bisa bangun, di kamar. Padahal mereka masih harus melayani wartawan, wawancara. Tinggal Kaka, yang badannya lebih kuat, melayani wartawan, meski dengan susah payah.
Karena sudah tidak bisa mencari barang lagi, Bimbim dan Kaka bilang: kami harus pulang ke Jakarta. Padahal, kami waktu itu serombongan naik bus. Sesudah dari Lubuk Linggau, kami harus ke Bandung. Slank waktu itu memang tengah melakukan show di 30 kota Indonesia.
Biasanya, kita berombongan naik bus, kita buka tempat duduk di belakang. Diberi kayu dan kasur untuk tidur. Sampai sekarang masih ada kasur yang khusus kita pesan dan disesuaikan ukurannya untuk dipasang di bus itu.
Apakah mereka terus ikut dalam perjalanan darat dari Lubuk Linggau ke Bandung?
- Dua orang itu (Kaka dan Bimbim) sudah tidak mau lagi jalan darat. Sudah parah sakaunya. Yang tiga orang lainnya, Ivan (pemain bas), (gitaris) Ridho dan Abdee, dan juga saya meneruskan perjalanan naik bus. Sementara Bimbim dan Kaka harus naik mobil ke Bengkulu dulu, baru naik pesawat ke Jakarta. Dari Jakarta, mereka menyusul ke Bandung.
(Selain Kaka, pemain bas Slank Ivan juga pemakai, tetapi—kata Bunda Iffet—tak separah Kaka dan Bimbim. Sedangkan Ridho dan Abdee bersih, tak pakai narkoba).
Besoknya, Kaka dan Bimbim yang mendahului ke Jakarta dengan pesawat datang ke Bandung dengan ”gagah perkasa”. Seperti tak ada kejadian apa-apa. Sudah segar dari sakaunya.
Kejadian terulang (mereka sakau) ketika show di Mojokerto. Tiga pemain lainnya sudah duduk di acara jumpa pers, Bimbim dan Kaka masih memakai, belum muncul-muncul juga. Ketika saya susul ke kamar, saya dapati ada alat di kamar mereka, alat untuk memakai putau. Saya bilang pada mereka, kamu kalau terus pakai itu, bisa mati. Eh, saya malah dikira nyumpahin mereka mati.
Bagaimana ceritanya, mereka minta berhenti pakai putau?
- Saya pernah bilang, jika kalian bercita-cita main ke luar negeri, kalian harus bersih dari obat-obat seperti ini. Tahun 1999, akhirnya Bimbim minta: tolong dong Ma, pengen sembuh. Tetapi, kalau bisa jangan pakai dokter. (Bimbim takut dokter).
Kebetulan Pay (eks personel Slank, suami pencipta lagu Dewiq, dari grup musik BIP) baru saja sembuh dari kecanduan seperti Bimbim. Dia bisa sembuh, setelah berobat pada Pak Teguh Wijaya di Pulomas (Jakarta) dengan obat China.
Teguh Wijaya—anaknya juga pemakai—sudah ke mana-mana mencari obat untuk menyembuhkan anaknya sampai ke Israel, Kanada, Amerika, Australia. Eh, ketemu obatnya di China.
Sekali minum obat China itu—kalau tidak salah namanya Shin Ying—sepuluh kapsul sekali minum. Sedangkan sehari harus minum empat kali, jadi total per hari 40 kapsul. Baunya tidak enak betul obatnya.
Kaka lebih dulu meminta untuk disembuhkan. Bimbim belum mau, tetapi ketika kami pergi ke rumah Pak Teguh, Bimbim ikut datang menyusul. Pak Teguh itu rupanya mengerti betul bagaimana menghadapi pemakai seperti mereka. Maka dia bilang, kalau masih punya ”barang” habisin saja dulu. Kalau sudah habis, baru berobatlah. Selang tiga hari setelah Kaka berobat, baru Bimbim menyusul, setelah ”menghabiskan” lebih dulu barangnya.
Mahal harga obatnya?
Biaya pengobatan itu, per orang 20 juta selama 10 hari, menghabiskan 400 kapsul obat China. Alhamdulillah, setelah minum obat ”Shin Ying”(?) selama sepuluh hari, mereka segar. Selama penyembuhan itu, mereka kami jaga ketat. Satu orang dijaga dua orang. Karena memang, ketika mereka menjalani penyembuhan itu, pada hari kedua biasanya mereka ”minta”.
Pada hari kedua pengobatan, Bimbim lepas dari pengawasan dan ia menelepon ”bandar” putau. Padahal, saya menjaga ketat mereka dan saya sampai sempat sewa polisi agar tak ada bandar yang mendekati mereka.
Ketika melihat bandar itu datang, saya lalu teriak: polisi! Itu bandar.... Bandar itu pun terbirit-birit, ambil langkah seribu dan 15 gram putau pun ia buang ke sungai di dekat rumah.
Hari keempat, Bimbim dan Kaka yang sudah mulai kuat menahan sakau berkat obat China iseng-iseng menelepon bandar itu: ”kirim barang dong...,” Bandar bilang, tak berani, soalnya ketika datang tempo hari, ia diteriakin bunda, hingga ”merugi” 15 gram putau lantaran dibuang di kali.
Sekarang sudah delapan tahun mereka sembuh semenjak tahun 2000.
Bagaimana bisa tahu mereka kini tak memakai lagi?
- Kelihatan dong. Kan saya selalu melakukan tes urine mereka. Dari lima anggota Slank, hanya Abdee dan Ridho saja yang tak dites urine lantaran mereka memang tidak memakai.
Kapan mengetes urine mereka, setiap mau berangkat konser?
- Tidak. Saya selalu mengadakan ”sidak” (inspeksi mendadak, laksana KPK saja), tes urine tiba-tiba. Maka mereka takut.
Pakai apa alat pengetesnya?
- Seperti alat tes kehamilan saja. Ada alat untuk tes ganja, putau, sabu, ada juga heroin. Bisa dibeli di apotek. Memang mahal harganya, sekitar Rp 40.000 per alat. Bayangkan, kalau mengetes mereka harus pakai alat tes untuk ganja, untuk heroin, untuk putau. Kan mahal juga? Sampai sekarang Bunda masih terus melakukan sidak....
Masih punya cita-cita lain dalam hidup Bunda, meski sudah umur 71?
- Untuk Slank? Sudah tercapai, go international. Waktu tahun 2006 kita diundang untuk show di AS, akhirnya ketemu dengan gurunya Ridho. Ridho pernah belajar gitar di Los Angeles. Setelah ngobrol-ngobrol, akhirnya kejadian, tahun 2007 rekaman di AS. Tahun 2008, show di 15 kota di Amerika Serikat.
Cita-cita untuk diri saya? Ingin mati tidak dalam keadaan sakit. Saya tak ingin berhenti mengikuti Slank, ke mana pun mereka pergi....