Pertikaian yang makin sering terjadi di Indonesia membuat geram banyak orang. Begitu juga yang dirasakan Ivanka pembentot bass di band Slank.
"Kita hidup di negara yang beraneka ragam budaya dan kepercayaan. Perbedaan itu harusnya bukannya mecahin bangsa," ujar Ivan ditemui di Studio Nadnad, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2010).
Pria berkepala plontos itu kesal melihat makin banyaknya perselisihan. Dari mulai wakil rakyat hingga masyarakat jelata. Rasa persatuan dan saling menghargai dirasakan Ivan penting untuk menjaga perdamaian.
Ivan ditemui saat penggarapan video klip penyanyi Melanie Soebono. Dengan sukarela, ia menjadi model dalam video klip single terbaru Melanie, 'Beda Itu Indah'.
Lagu ciptaan Melanie itu bercerita tentang perbedaan yang indah antarsesama. "Ya udah muak aja. Ribut mulu," tutur Melanie soal lagunya.
Kamis, 31 Maret 2011
Konser 27 Tahun Keberuntungan Slank

Abdee, Kaka, Bimbim, Ridho, dan Ivan merayakan ultah Slank ke-27 di Pantai Carnaval Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (11/12/20100). Konser itu merupakan konser yang spesial bagi mereka. Bagaimana tidak, selama setahun terakhir Slank kesulitan tampil di tempat terbuka karena masalah perizinan. Alasannya, Slankers indentik dengan kerusuhan.
Namun di konser 27 tahun Slank kali ini, Slankers yang datang dari berbagai daerah Jabodetabek relatif tenang. Konser di buka sekitar pukul 20.15 WIB. Awak personel Slank yang mengenakan pakaian casual itu membuka konser dengan lagu-lagu yang sudah familiar seperti 'Bang-bang Tut', 'Malam Minggu', 'Pulau Biru' dan 'I Miss You But I Hate You'.
Dalam konsernya kali itu Slank tidak sendiri menguasi panggung. Sederet musisi perempuan mereka gandeng untuk menyegarkan mata penonton. Di antaranya Marshanda yang bersama Slank menyanyikan 'I Miss U But I Hate U', Melly 'SHE', Pingkan Mambo, Paquita Wijaya, Syahrini, dan drummer cilik kebolan IMB JP Milenix yang berkolaborasi dengan Bimbim di lagu 'Kampungan'.
Malam semakin larut, namun di konser kali ini, Pantai Carnaval tidak begitu dipadati Slanker. Fans fanatik Slank yang kebanyakan terdiri dari ABG itu kebanyakan sambil duduk di tengah lapang untuk menyaksikan Slank. Walau begitu ada juga yang berdiri dan bergoyang ikuti alunan drum Bimbim.
Meski penontonnya relatif sedikit, bukan berarti konser aman dan tentram. Sejumlah penonton jatuh pingsan karena berdesakan di depan panggung. Kebanyakan dari mereka adalah Slankers perempuan. Beberapa kali juga penonton di depan panggung rusuh. Namun tidak berlngsung lama setelah diteriaki "kampungan...kampungan...kampungan" oleh penonton lain.
Dalam konser yang banyak disponsori oleh iklan-iklan yang dibintangi Slank itu, Slank juga membawa semangat sepakbola di atas panggung. Hal itu dikarenakan saat ini persepakbolaan dalam negeri tengah naik daun. Puluhan bola berwarna merah pun ditendang ke arah penonton sambil meneriaki "Indonesia pasti menang,."
Praktis semangat penonton pun terbakar kembali. Mereka yang tenah duduk santai tampak berdiri kembali saat Kaka bernyanyi lagu bertema korupsi seperti 'Nagih Janji', 'Birokrasi Kompleks, 'Seperti Para Koruptor', dan 'SBY' yang berduet dengan Melly 'SHE'.
Di akhir konser, Kaka berkata soal makna ultah Slank kali ini. "Dua ditambah tujuh itu Q, sembilan itu angka keberuntungan. Jadi ulang tahun Slank kali ini ada ulang tahun keberuntungan," begitu kata Kaka.
Tidak hanya itu di usia 'dewasa' Sank, sang drumer Bimbim berharap bandnya akan berdiri sampai 27 tahun ke depan. "Gue pengen 27 tahun ke depan lagi," begitu kata Bimbim dengan santai.
Meski selama 27 tahun sering ada selisih antar pesonel. Abdee, Kaka, Bimbim, Ridho, dan Ivan tetap mengusahakan makan satu meja tiap pagi. "Berantem sering, tapi sarapan pagi tetep satu meja," kata Kaka.
Meski dihadiri 1000-an penonton, jarak antara penonton dan Slank begitu dekat. Banyak interaksi yang terjadi di antara mereka. Itu juga yang
menyebabkan mudah meredam emosional Slankers. Beberapa kali Bunda Ifet menyerukan agar tidak rusuh, "nanti kalau rusuh, Slank nggak bisa main lagi loh."
Di penghujung konser, sekitar pukul 22.30 WIB Slank diberikan hadiah spesial oleh penggemarnya. Yaitu berupa bingkai uang menggambarkan wajah personel Slank.
Selasa, 29 Maret 2011
Rock `N Roll Mom dan Slank

“Bunda sering diwawancara wartawan televisi tapi merasa tidak puas. Karena wawancara di TV itu nggak lama. Saya ingin membagikan apa yang saya alami ketika mengobati anak-anak ini, tapi rasanya kok banyak sekali,” kenang Bunda Iffet, ibu kandung dari pemain drum Bimbim dan telah menjadi manajer Slank sejak pertengahan 90-an.
Jawaban dari keresahan Bunda Iffet tersebut datang pada awal 2009 silam. Yakni setelah pihak penerbit Mizan membaca sebuah artikel panjang mengenai Bunda Iffet di salah satu surat kabar. Penulis yang kemudian dihubungi dan ditawarkan untuk menuliskan memoar mengenai Bunda Iffet oleh Mizan saat itu adalah jurnalis Darmawan Sepriosa. “Saya menyanggupi meskipun saat itu juga menyatakan bahwa saya belum pernah menulis novel,” cerita Darmawan yang kemudian menyatakan bahwa proses pengerjaan buku ini memakan waktu sekitar dua bulan.
Untuk memperkuat kesan feminin gaya bertutur dalam buku ini, penerbit menunjuk Laura Khalida sebagai penyuntingnya. “Sebetulnya tugas saya adalah mendandani buku ini. Mungkin karena Mas Darmawan lelaki dan Bunda perempuan. Jadi maksudnya saya disuruh untuk memberi sentuhan femininnya,” jelas Laura yang mengaku telah melakukan wawancara secara intens dengan Bunda Iffet sebelum menyunting buku ini.
Rock ‘N Roll Mom bukan buku yang ditujukan untuk pembaca ibu-ibu saja. Meski ditulis dalam sudut pandang seorang ibu dan pada sampulnya tertera testimonial dari Giring Ganesha, vokalis Nidji, “Penting untuk dibaca setiap keluarga Indonesia sebagai pedoman mendidik anak.” Menurut vokalis Kaka, ada hal lain yang membuat segmen pembaca buku ini menjadi luas.
“Buku ini juga tentang jatuh bangunnya Slank. Banyak cerita tentang Slank di dalam buku ini. Gue rasa Slankers juga akan tertarik untuk membacanya,” tukas Kaka.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa grup musik Slank pernah sedemikian dekatnya dengan narkotika dan obat-obatan di pertengahan 90-an. Hal itu juga yang sempat membuat Slank pecah pada saat penggarapan album keenam, Lagi Sedih. Vokalis Kaka, pemain drum Bimbim dan personil baru pada saat itu pemain bas Ivanka adalah mereka yang sudah diketahui secara luas sebagai tiga personil Slank yang pernah terjerumus. Sedangkan dua personil lain yang masuk menjelang album Tujuh dan sempat ikut pada tur promo album Lagi Sedih, pemain gitar Abdee Negara dan Ridho Hafiedz, dikenal sebagai personil Slank yang ‘bersih’.
Bunda Iffet, yang merasa bahwa kecanduan anak-anaknya sudah tidak tertolong lagi, turun tangan dengan memutuskan menceburkan diri ke manajemen Slank pada tahun 1996 hingga akhirnya bisa membuat Slank berhenti dari narkoba pada tahun 2000. Perjuangan dan kesabaran seorang ibu yang merangkap manajer band itulah yang sedikit banyak tertulis di dalam buku setebal 303 halaman berjudul Rock ‘N Roll Mom ini.
“Hampir semua ibu pada saat itu menyembunyikan anaknya yang kena narkoba. Atau paling bagus dibuang ke pesantren,” ujar Bimbim soal perjuangan ibunya. “Cuma Bunda yang berani bilang dan menyebarkan ke seluruh dunia, ‘nih anak gue pecandu.’ Justru itu jadi semangat dan kekuatan batin bagi anak-anaknya untuk melewati masa-masa kritis itu.”
Reuni Singkat Formasi Lama Slank
Kamis (4/3) menjelang tengah malam, Score! Cilandak Town Square Jakarta Selatan. Orang-orang yang di depan panggung tersenyum melihat tingkah Kaka. Malam itu, alumni gang Potlot mengadakan konser musik dalam rangka reuni.
“Biasanya kalau kita ketemu, di kawinan atau di pemakaman. Terakhir kita ketemu banyak orang di pemakaman Chilling. Makanya, sekarang ingin kumpul-kumpul dalam suasana senang,” kata Oppie Andaresta.
“Intinya ya ketemuan saja,” kata Damon Koeswoyo, yang juga jadi salah seorang penggagas.
Dan muncullah ide untuk mengadakan reuni Potlot, yang disiapkan hanya dalam dua minggu. Band-band yang ada hubungannya dengan gang Potlot pun didaulat tampil: ada yang merupakan generasi kedua alias anak-anaknya, ada juga yang memang alumni Potlot. Selain para musisi, Bunda Iffet, pemilik rumah yang jadi tempat berkumpulnya anak-anak Potlot, juga turut hadir mendukung acara itu. Dia bahkan membagi ceritanya soal jaman Potlot masih ramai oleh anak-anak itu.
“Di depan Bunda, kami mau buat pengakuan. Dulu kan di Potlot itu telepon dikasih koin, tapi kami bisa mengakali supaya nggak harus memasukkan koin,” kata Oppie sambil tertawa.
“Indra itu paling pintar mengakali telepon. Jadi meski dikunci, dia tetap bisa pakai telepon,” lanjut Bunda.
“Iya, dari dulu Indra memang jenius,” kata Oppie.
Di antara nama-nama yang familier dan mendapat kesempatan tampil adalah: Bunga, gitaris Adrian Adioetomo (yang punya nama panggilan Ian Soldano karena memakai amplifier merk Soldano), dan Cozy Republic. Nama-nama lain sebenarnya dijadwalkan tampil, seperti Ray D’ Sky dan Oppie Andaresta, tapi menjelang tengah malam, sebelum waktu yang disediakan Score! berakhir, dedengkot Potlot dipanggil ke panggung untuk melakukan jam session.
Kaka yang pertama kali naik. Dia mengajak Well Willy serta Rico Corompies untuk bernyanyi. Lantas, Boris Simanjuntak gitaris The Flowers ikut dipanggil juga.
“Tadi gue lihat Bongky di sini, gue ingin Bongky yang main bas,” kata Kaka.
Orang-orang mulai tersenyum mendengar Kaka memanggil nama Bongky, seakan-akan mimpi mereka hampir jadi kenyataan: melihat Slank formasi lama sepanggung kembali. Dan ketika akhirnya Bongky naik sambil cengengesan ke panggung, tepuk tangan mulai meriah.
“Bimbim mana? Panggil Bimbim. Gue nggak bisa nyanyi kalau bukan Bimbim yang main drum,” kata Kaka sambil mencari-cari sepupunya itu. “Gue juga tadi lihat Pay, mana Pay? Ajak Pay ke sini buat main gitar.”
Tepuk tangan dan teriakan mulai terdengar meriah. Harapan semakin dekat dengan kenyataan. Tak berapa lama, Bimbim muncul dan langsung duduk di kursi drum. Hampir bersamaan, Pay muncul dan naik ke atas panggung sambil tersenyum. Orang-orang pun semakin berteriak kegirangan. Akhirnya, di panggung itu berkumpullah: Bimbim, Kaka, Bongky, Pay, Boris, Well Willy, dan Rico Corompies.
Tanpa dikomando, Pay langsung memainkan intro “Wild Horses” dari The Rolling Stones. Sebuah adegan yang langka: Slank formasi lama memainkan The Rolling Stones kembali. Meskipun dengan ingatan Kaka, Willy, dan Rico akan lirik yang tak terlalu baik, lagu-lagu The Stones langsung dihajar berturut-turut: “Sympathy for The Devil” dan “Honky Tonk Woman.” Melihat itu saja, orang-orang sudah kegirangan. Dan kejutan itu pun muncul ketika Pay—lagi-lagi tanpa dikomando—langsung memainkan intro “Memang”, sebuah lagu dari album pertama Slank, Suit Suit...He...He (Gadis Sexy). Lalu, setelah jeda beberapa detik, Pay memainkan intro “Mawar Merah” yang juga tanpa hasil diskusi. Dan seperti pepatah naik sepeda, meskipun sudah lama tak melakukan itu, formasi Slank era lima album pertama dengan baik memainkan lagu itu. Sayang sekali Indra Q berhalangan hadir karena sakit.
Ketika orang-orang berpikir kejutan itu akan berakhir—mengingat mereka sudah memainkan lima lagu—tiba-tiba Pay memainkan intro “Terlalu Manis” yang tentu saja disambut tepuk tangan dan jeritan meriah serta koor yang membahana di Score! Formasi lama Slank itu menutup reuni Potlot dengan sebuah lagu reggae milik Slank berjudul “Begitu Saja”. Reuni semacam ini pernah terjadi pada tahun 2006, di Hard Rock Cafe Jakarta. Waktu itu, alumni Potlot mengadakan acara untuk mengenang Imanez dan tanpa sengaja, Bimbim, Kaka, Bongky, Indra dan Pay akhirnya bisa ‘dijebak’ ada di satu panggung. Hanya bedanya, reuni singkat di Score! itu membawakan lebih banyak lagu—di Hard Rock mereka hanya membawakan dua lagu.
“Bayar tujuh puluh lima ribu harus dapat sesuatu ya,” kata Kaka di sela-sela nyanyinya.
Menjelang pukul satu pagi, reuni Potlot berakhir, meski orang-orang masih asyik bercengkerama melepas rindu.
“Dari dulu anak-anak nggak berubah. Yang gila ya tetap gila, yang senang pegang kamera masih pegang kamera, cuma bedanya dulu belum ada handphone,” kata Bongky sambil tersenyum memandang sekelilingnya.
“Iya, dari dulu Potlot nggak berubah. Cewek-ceweknya cakep-cakep,” tambah Adrian Adioetomo.
This Is SLANK
Tidak ada band di negeri tercinta ini yang bermusik melampui batasan musik itu sendiri. Eksistensi Slank bukan lagi sekadar grup musik, melainkan sudah berkembang sebagai sebuah ideologi. Militansi di kalangan Slankers, sebutan untuk fans setia Slank, sudah mengarah kepada hal yang menakutkan. Perhatikan kejadian ini: ketika Bimbim bermaksud membubarkan Slank akibat hengkangnya Bongky, Indra dan Pay, seorang Slankers mengirimkan sepucuk surat yang ditulis dengan tetesan darah. Isinya menyeramkan, dia bersumpah akan membunuh Bimbim jika drummer tersebut sungguh-sungguh melaksanakan niatnya. Adalah Abdee Negara (gitar), Ridho Hafiedz (gitar) dan Ivanka (bas) yang kemudian mengisi kekosongan sehingga Slank tetap tegak hingga hari ini. Mereka juga tetap bermusik dengan gaya slengean meski tema yang diangkat tergolong serius, seperti "Politikus Jalanan" yang bikin heboh itu.
Cikal bakal Slank adalah Cikini Stones Complex. Embel-embel 'Stones' karena mayoritas pemainnya memang penggemar berat The Rolling Stones. Sejak berganti nama menjadi Slank, band ini telah mengalami bongkar pasang pemain 14 kali. Dari markas mereka di jalan Potlot, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, lahir sejumlah nama seperti Imanez, Oppie Andaresta, Dimaz Djayadiningrat (clip maker), band Kidnap Katrina, Traxap dan banyak lagi. Akan tetapi di sana tak hanya menjadi ajang lalu lintas musisi, juga narkotik. Keterlibatan para personilnya dengan serbuk haram tersebut nyaris membuat Slank kehilangan arah.
Sementara itu PT Pulau Biru Indonesia, perusahaan keluarga yang juga membawahi management Slank, terus berbenah diri. Menurut catatan resmi, Slank Fans Club (SFC) tersebar di 89 kota Indonesia, termasuk Malaysia. Jumlah pengikutnya yang terus menggelembung menyebabkan Slank menjadi incaran beberapa partai politik. Sejauh ini mereka tetap berhasil mempertahankan tekadnya untuk berdiri di semua golongan.
Cikal bakal Slank adalah Cikini Stones Complex. Embel-embel 'Stones' karena mayoritas pemainnya memang penggemar berat The Rolling Stones. Sejak berganti nama menjadi Slank, band ini telah mengalami bongkar pasang pemain 14 kali. Dari markas mereka di jalan Potlot, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, lahir sejumlah nama seperti Imanez, Oppie Andaresta, Dimaz Djayadiningrat (clip maker), band Kidnap Katrina, Traxap dan banyak lagi. Akan tetapi di sana tak hanya menjadi ajang lalu lintas musisi, juga narkotik. Keterlibatan para personilnya dengan serbuk haram tersebut nyaris membuat Slank kehilangan arah.
Sementara itu PT Pulau Biru Indonesia, perusahaan keluarga yang juga membawahi management Slank, terus berbenah diri. Menurut catatan resmi, Slank Fans Club (SFC) tersebar di 89 kota Indonesia, termasuk Malaysia. Jumlah pengikutnya yang terus menggelembung menyebabkan Slank menjadi incaran beberapa partai politik. Sejauh ini mereka tetap berhasil mempertahankan tekadnya untuk berdiri di semua golongan.
Kisah Tiga Orang Slanker dalam "Metamorfoblus"
Grup band Slank yang digawangi Kaka (vokal), Bimbim (drum), Abdee (gitar), Ridho (gitar), dan Ivan (bas) kembali merilis sebuah film dokumentar ala Slank dengan pengambilan sudut pandang kisah tiga orang Slanker (penggemar Slank) dari tiga kota dan kisah yang berbeda.
Film dokumenter berdurasi 90 menit yang bertajuk Metamorfoblus itu diawali dengan kisah Joker Supriadi, seorang Slanker yang juga berprofesi sebagai polisi di Kepulauan Batam. Sebagai penyuka berat Slank, Joker termasuk fanatik. Ini bisa dilihat dari koleksi album dan pernak-pernik Slank yang memenuhi tempat tinggalnya.
Joker yang sehari-hari akrab dengan senjata api, lengkap dengan perawakan yang sangar, nyatanya masih bisa terlarut sambil menitikkan air mata saat Slank menyanyikan lagu Ku Tak Bisadalam sebuah konser di Batam.
Tak hanya kisah Joker di Batam saja yang diangkat dalam film Metamorfoblus. Selanjutnya ada kisah Adi, Slanker dari Jogjakarta yang berhasil sembuh dari kecanduan narkoba begitu menerima surat spesial berupa motivasi dan pencerahan dari Bimbim dan Bunda Ifet.
Metamorfoblus juga tak luput mengangkat kisah Maksimus, Yepo, Roberto cs dari Kupang yang bersusah payah mengurus passport untuk sekadar menonton konser Slank di Dili, Timor Leste. Sejumlah konflik batin tak ketinggalan disajikan dalam kemasa dokumenter anak-anak Slanker dari Nusa Tenggara tersebut.
Film kedua Slank kali ini tetap pada konsep penampilan gambar seperti di film Generasi Biru.Dengan gambar yang seadanya, tata cahaya yang minimal, Metamorfoblus yang digarap sepanjang tur Slank di 2008 dan telah menghabiskan 200 kaset mini DV, tetap dikemas dengan pesan moral yang sangat berbobot.
Tak ayal Kaka cs tak bisa menampik bahwa dengan Metamorfoblus mereka bisa mengenal sisi lain kehidupan Slank yang belum terjamah. "Ini dokumentasi soal Slankers yang manuisawi sekali, gue melihatnya ada penggemar yang fanatis sekali. Kami hanya manggung dua jam tapi ada penggemar yang menyiapkan persiapan sampai berhari-hari," kata Bimbim usai nonton barengMetamorfoblus di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Kamis (21/10/2010).
Sisi positif Slanker yang ditampilkan juga tak dapat dibantah oleh Kaka. "Ini banyak perubahan dari anak muda yang sembarangan jadi serius, yang tadinya ngedrugs jadi enggak, yang tadinya bebas mondar-mandir dari Kupang-Dili jadi enggak bebas," ujar Kaka.
Sesuai dengan rencana, Metamorfoblus akan ditayangkan di 10 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Jogjakarta pada awal November 2010 ini. Namun film garapan sutradara Dosy Omar ini hanya akan diputar di tempat pemutaran film alternatif seperti nonton bareng dan layar tancap.
Terus Dicekal, Slank Ingin Sowan ke Kapolri Baru
Hampir setahun sudah grup rock Slank dibatasi ruang geraknya untuk menggelar konser di beberapa kota. Segala upaya pun dicoba Kaka (vokal), Bimbim (drum), Abdee (gitar), Ridho (gitar) dan Ivan (bas), termasuk sowan ke Kapolri baru, Komisaris Jenderal Timur Pradopo.
"Upaya tetap ada, kami rencananya pengin sowan ke Kapolri yang baru nanti," ujar Ivan saat berbincang dengan Kompas.com seusai menonton bareng film terbaru Slank, Metamorfoblus,di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (21/10/2010).
Tak dapat dimungkiri, tanpa izin konser, grup rock yang bermarkas di Gang Potlot III, Kalibata, Jakarta Selatan, itu cukup kesulitan menjumpai penggemarnya. "Ya jadi susah di beberapa tempat saja. Seperti kemarin di Java Rockin' Land, kami bisa konser karena Slanker (penggemar Slank) punya privilage (hak istimewa)," terang Ivan.
Di satu sisi, Ivan tak bisa menutup mata bahwa dengan pembatasan ruang gerak tersebut, Slank saat ini harus mencari jalan lain untuk mengobati kerinduan penggemarnya dengan cara menjual berbagai macam produk Slank.
Mulai dari album terbaru Jurus Tandur, telepon genggam edisi Slank, DVD konser Java Jazz Slank 2008, hingga film dokumenter Metamorfoblus, semua itu menjadi andalan Slank di tengah pembatasan konsernya. "Ini hanya opsi saja di saat Slank lagi sulit manggung," tutup Ivan.
Langganan:
Postingan (Atom)